Masalah penyusutan lahan pertanian di Indonesia semakin marak terjadi, terutama di area Jatim (Jawa Timur). Padahal, area persawahan maupun perkebunan memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk.
Masalah menyusutnya area pertanian ini tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah karena dapat berdampak pada ketahanan pangan. Oleh karena itu, pemerintah Jatim mengambil langkah strategis dengan memperketat kebijakan dan perda terkait.
Salah satunya yaitu Peraturan Daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Pasalnya, hal ini bisa mempengaruhi tingkat produksi petani hingga mengalami penurunan.
Daftar Isi
Masalah Penyusutan Lahan Pertanian di Jatim
Alih fungsi area bertani semakin gencar terjadi di beberapa wilayah di Jawa Timur. Dalam evaluasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP), alih fungsi area bertani di Jawa Timur tercatat sudah mencapai hingga 1.100 hektare setiap tahunnya.
Selain itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Ali Jamil turut menjelaskan data penyusutan area tani di Indonesia secara total. Menurut Kementerian, terdapat indikasi alih fungsi lahan seluas 690.555 hektare dari keseluruhan luas kawasan sawah yang ada.
Padahal, dalam upaya menjaga keberlanjutan kawasan tani, kerjasama antara pemerintah, petani, serta masyarakat sangat penting. Pemerintah perlu memberikan dukungan dalam penyusunan regulasi maupun pengawasan terhadap perubahan fungsi lahannya.
Sementara di sisi lain, petani serta masyarakat perlu memahami pentingnya menjaga area pertaniannya. Mereka juga perlu berpartisipasi aktif dalam menjaga dan mengembangkan kawasan bertani pangan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, masalah ini perlu ditanggap secara serius. Sebagai langkah penanganan, maka perlu dilakukan identifikasi faktor penyebabnya. Kemudian, barulah bisa diterapkan kebijakan yang tepat untuk mengatasinya.
Faktor Penyebab Terjadinya Penyusutan Lahan Pertanian
Kepala DPKP Jatim, Dydik Rudy Prasetya, menjelaskan bahwa perubahan fungsi area tani tersebut merupakan dampak perkembangan pembangunan infrastruktur. Sebab, pembangunan infrastruktur membutuhkan kawasan yang tentunya tidak sedikit.
Secara rinci, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim telah mengidentifikasi beberapa faktor penyebab penyusutan lahan pertanian. Salah satu faktor utama yaitu proyek infrastruktur nasional, seperti pembangunan jalan tol, bendungan, dan industri.
Selain itu, pertumbuhan perumahan maupun kawasan permukiman juga turut berkontribusi terhadap menyusutnya area bertani. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) juga menyoroti mudahnya izin alih fungsi lahannya dari tani ke non tani sebagai salah satu faktor.
Namun, penting untuk dicatat bahwa alih fungsi bukanlah satu-satunya penyebab perubahan ini. Sebab, beberapa daerah di Jawa Timur ternyata telah melakukan langkah untuk menyediakan area pengganti sebagai solusi.
Sebagai contoh, di Nganjuk, area seluas 90 hektar digunakan untuk pembangunan jalan tol, namun pemda telah menyediakan lahan pengganti sebagai kompensasinya. Jadi, salah satu faktor penyebab lainnya dari penyusutan lahan pertanian adalah kesadaran masyarakat.
Sebab, masyarakat umum kurang memahami nilai strategis area tani dalam menjaga ketahanan pangan. Sehingga, pengetahuan mengenai praktik bertani secara berkelanjutan serta pentingnya menjaga area persawahan juga masih perlu ditingkatkan.
Apa Itu Perda LP2B?
Lahan adalah aset yang sangat penting bagi manusia, karena digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun, jumlah area yang tersedia terbatas, sedangkan kebutuhan manusia terhadap lahannya terus meningkat seiring pertambahan populasi.
Akibatnya, pemanfaatan tanah yang tidak bijaksana sering mengakibatkan perubahan fungsi lahannya secara tidak terkendali. Salah satu contoh adalah perubahan area pertanian menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, industri, dan lain sebagainya.
Padahal, kawasan bertani, terutama lahan pertanian tanaman pangan, merupakan penopang utama dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia. Semakin banyak area bertani yang beralih fungsi, semakin rentan pula ketahanan pangan suatu daerah.
Sehingga untuk mengendalikan masalah penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, pelaku harus diberikan sanksi tegas. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No 41 Tahun 2009 terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Sanksi pidana yang dapat diberikan adalah penjara dengan jangka waktu minimal 5 tahun beserta denda. Hal ini menunjukkan pemerintah serius dalam melindungi kawasan pertanian serta berusaha untuk memberikan efek jera kepada mereka yang melanggar aturan.
LP2B sendiri merupakan area bertani yang ditetapkan secara khusus untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten. Hal ini guna menghasilkan pangan pokok secara berkelanjutan bagi kemandirian, ketahanan, serta kedaulatan pangan nasional.
Artinya, lahan berstatus LP2B tidak dapat digunakan untuk membangun perumahan atau fasilitas lainnya, meskipun kepemilikannya telah terjamin secara legal. Sebaliknya, area tersebut wajib dikhususkan untuk kegiatan pertanian pangan berkelanjutan.
Tujuan utama dari LP2B adalah melindungi dan mengembangkan kawasan tani secara berkelanjutan serta menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan. Sehingga, masalah penyusutan lahan pertanian bisa dihindari.
Selain itu, LP2B juga bertujuan untuk mewujudkan kemandirian, ketahanan, serta kedaulatan pangan. Juga melindungi kepemilikan area milik petani, meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan perlindungan, serta pemberdayaan petani.
Adapun area yang dapat diajukan sebagai LP2B meliputi tanah beririgasi, reklamasi rawa pasang surut dan non-pasang surut (lebak), serta tanah tidak beririgasi.
Perda LP2B, Solusi untuk Atasi Penyusutan Lahan Pertanian di Jatim
Saat ini, setidaknya sudah terdapat sebanyak 370 kabupaten/kota di Indonesia yang telah menetapkan perlindungan areal pertanian. Baik itu melalui Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Peraturan Daerah LP2B.
Luas area pangan yang dilindungi hingga kini mencapai 8.010.022 hektare, terdiri dari 5.237.220 hektare sawah serta 2.772.802 hektare lahan kering. Sehingga, penerapan Perda LP2B di Jatim menjadi solusi penting dalam mengatasi penyusutan lahan pertanian.
Salah satu contoh kabupaten yang telah menerapkan Perda LP2B adalah Kabupaten Nganjuk. Kabupaten ini memiliki kawasan cadangan pangan pertanian berkelanjutan (LPCP2B) sebagai area tani khusus produksi pangan pokok.
Namun, masih terdapat sejumlah kabupaten dan kota di Jatim yang belum memiliki Perda LP2B. Oleh karena itu, pemerintah Jatim terus mendorong kabupaten dan kota yang belum memiliki regulasi ini untuk segera menyusunnya.
Pasalnya, perda LP2B dianggap sangat penting dalam mengendalikan penyusutan lahan pertanian, terutama karena tanah di Pulau Jawa semakin terbatas. Sehingga, diharapkan masyarakat, terutama petani, tidak akan mengalihfungsikan lahannya.
Hal ini penting agar swasembada pangan dapat tercapai dan ketahanan pangan negara tetap terjaga. Selain kebijakan melalui Perda LP2B, langkah yang telah dilakukan pemerintah Jatim dalam mengatasi masalah ini adalah dengan meningkatkan intensifikasi pertanian.
Intensifikasi pertanian merupakan upaya meningkatkan produktivitas lahan dengan meningkatkan frekuensi tanam. Dengan meningkatkan pola tanam dari sekali setahun menjadi empat kali setahun, diharapkan produksi pangan di Jatim dapat terjaga.
Namun solusi paling penting adalah peningkatan kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan maupun penyuluhan mengenai praktik pertanian berkelanjutan serta kebutuhan akan lahan pertanian yang memadai harus terus digencarkan.
Oleh karena itu, kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder terkait menjadi kunci utama. Dengan upaya sinergis serta kesadaran kolektif, penyusutan lahan pertanian di Jatim dapat diatasi, salah satunya melalui penerapan Perda LP2B.