Berkah Hewan Kurban Dihantui Penyakit Lato-lato

Sepekan menjelang lebaran Idul Adha tahun 2023, peternak yang menjual sapi kurban mulai mengalami serbuan pembeli. Meskipun tahun ini peternak harus waspada terhadap LSD (Lato-Lato) atau penyakit sapi yang sedang menyebar, namun Idul Adha tetap menjadi momen berkah hewan kurban bagi peternak.

Berkah Hewan Kurban Karena Peningkatan Permintaan

berkah hewan kurban

Salah satu peternakan sapi kurban yang mengalami peningkatan permintaan adalah Tabebuya Farmland, yang berlokasi di Jalan Rukam, Bandar Senembah, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai, Sumatera Utara. 

Menurut pengelola Tabebuya Farmland, Muhammad Irsan Sikumbang, peternakan ini menyediakan sekitar 250 sapi kurban tahun ini. Irsan menyebutkan bahwa ketersediaan sapi kurban tahun ini stabil seperti tahun sebelumnya. 

Peternakan ini memiliki sekitar 250 ekor sapi kurban. Pada tahun sebelumnya, mereka menyediakan sekitar 300 ekor sapi kurban. Namun, penjualan sapi kurban tahun lalu hanya mencapai 50 persen dari total sapi yang tersedia. 

Hal tersebut dikarenakan saat itu Indonesia sedang menghadapi wabah virus PMK yang membuat masyarakat enggan untuk membeli hewan kurban. Namun, menjelang hari raya Idul Adha tahun 2023, pembeli juga sudah membooking sekitar 50 persen sapi kurban di peternakan Tabebuya Farmland. 

Selain itu, harga dan berat per ekor sapi kurban juga bervariasi. Harga sapi kurban ini mulai dari Rp 13 juta hingga Rp 30 juta. Berat daging sapi juga tersedia dalam variasi mulai dari 70 kilogram hingga 200 kilogram, bahkan ada yang mendekati 1 ton.

Untuk menjaga kualitas sapi kurban, peternakan Tabebuya Farmland menjaga kebersihan kandang secara rutin dan memberikan pakan yang steril. Mereka juga memberikan vitamin pada sapi-sapi tersebut dan bekerjasama dengan dinas peternakan untuk memeriksa kesehatan hewan-hewan tersebut. 

Selain itu, peternak juga telah memvaksinasi sapi selama dua tahun terakhir untuk mencegah penyebaran virus PMK. Irsan merasa bersyukur karena sapi-sapi di peternakannya tidak terkena virus PMK hingga saat ini.

Berkah Hewan Kurban Juga Dirasakan di Ciamis

berkah hewan kurban

Tidak hanya di Tabebuya Farmland, peternak sapi dan domba di Ciamis juga merasakan berkah hewan kurban yang lebih tinggi ketimbang dengan Idul Adha tahun sebelumnya. Peternak domba Ciamis juga melaporkan peningkatan permintaan domba untuk kurban pada tahun ini.

Salah satu peternak domba bernama Yusuf menyatakan bahwa terjadi kenaikan harga jual domba daripada tahun sebelumnya, yang menjadi berkah baginya. Harga domba kurban tahun lalu berada di kisaran Rp3 juta per ekor, namun tahun ini naik menjadi kisaran Rp3,5 juta per ekor.

Yusuf juga menyebutkan bahwa pada Idul Adha tahun sebelumnya, ia telah menyiapkan 15 ekor hewan kurban untuk persediaan hari raya. Namun, permintaan hewan kurban tahun 2022 mengalami penurunan karena adanya penyakit PMK yang menyerang hewan ternak. 

Namun, untuk tahun ini, Ia memastikan hewan-hewan ternaknya bebas dari penyakit PMK, dan ia sangat optimis akan mendapatkan keuntungan. Permintaan domba kurban meningkat secara signifikan. Dari 18 ekor domba yang ada untuk Idul Adha, sudah terjual sebanyak 11 ekor. 

Menurut Yusuf, ia menyiapkan stok yang lebih banyak karena ada peningkatan minat pembeli.

Penyakit Lato-lato Masih Mengintai

Penyakit Lato-lato

Menjelang Idul Adha tahun ini, peternak menganggap bahwa pemerintah belum mengambil kebijakan yang tepat dalam penanganan penyakit kulit berbenjol yang populer dengan nama “lato-lato” pada hewan kurban. 

Penyakit ini memiliki dampak negatif terhadap kualitas dan kuantitas daging, sehingga peternak tidak dapat mencapai nilai ekonomi optimal dari hewan ternak yang menjadi hewan kurban.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 5412/SE/PK.430/F/05/2023 tentang Pelaksanaan Kurban dan Pemotongan Hewan dalam Pencegahan Penyebaran Penyakit Kulit Berbenjol (Lumpy Skin Disease/LSD) dan Kewaspadaan terhadap Penyakit Peste Des Petits Ruminants (PPR).

Surat edaran tersebut mencakup empat poin utama, yaitu mitigasi risiko, komunikasi publik, pengawasan, dan pelaporan. Langkah-langkah mitigasi risiko umumnya melibatkan pemenuhan persyaratan, pemeriksaan, pengambilan keputusan post-mortem, serta pencegahan penyebaran penyakit.

Mitigasi risiko ini terutama untuk pelaku usaha atau pedagang hewan kurban, petugas rumah potong hewan ruminansia (RPH-R), dan panitia kurban. Dalam rangka mitigasi risiko LSD, SE yang rilis Rabu lalu dan menetapkan syarat kesehatan hewan untuk kurban, di mana sapi atau kerbau yang akan menjadi hewan kurban tidak boleh menunjukkan gejala klinis yang parah atau berat.

Gejala-gejala penyakit ini antara lain adalah benjolan yang menyebar di tubuh, benjolan yang pecah dan membentuk koreng, serta terbentuknya jaringan parut. Meskipun beberapa pihak berpendapat bahwa daging dari hewan yang terinfeksi masih aman untuk dikonsumsi, gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi kerusakan pada permukaan kulit dan daging.

Secara keseluruhan, penjelasan mitigasi risiko yang ada dalam surat edaran tersebut berlaku pada tempat penjualan hewan kurban dan pemotongan hewan kurban, baik di rumah potong hewan ruminansia (RPH-R) maupun di tempat lainnya.

Pemerintah Terkesan Meremehkan LSD

LSD

Nanang Purus Subendro selaku Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, sangat menyayangkan kebijakan pemerintah dalam penanganan kasus LSD. Ia berpendapat bahwa pemerintah terkesan meremehkan penyakit ini. 

Peternak sudah mengalami kesulitan dalam menikmati momen berkah hewan kurban pada tahun 2021 akibat pandemi Covid-19, dan pada tahun 2022 akibat wabah penyakit mulut dan kuku. Sehingga harapannya pemerintah dapat membantu peternak untuk mengatasi LSD.

Nanang menambahkan bahwa pada tahun ini, peternak juga tidak dapat menikmati momen berkah hewan kurban karena adanya penyakit LSD. Dalam kasus ini, nilai sapi yang sembuh dari LSD dapat turun hingga 25 persen di tukang jagal. Daging sapi yang terkena penyakit ini memiliki bekas berwarna coklat kehitaman.

Oleh karena itu, Nanang berpendapat bahwa pemerintah seharusnya memperkuat vaksinasi sebagai langkah prioritas dalam penanganan LSD guna menyelamatkan hewan ternak yang masih sehat. 

Dia memperkirakan bahwa harga vaksin LSD berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per dosis. Setiap ekor hewan ternak hanya memerlukan satu dosis vaksin. Jumlah perkiraan sasaran vaksinasi mencapai 70 persen dari populasi sapi ternak. 

Berdasarkan data Statistik Peternakan pada tahun 202s, populasi sapi dan kerbau mencapai 20,37 juta ekor.

Pemerintah Perlu Lebih Gencar Vaksinasi

vaksinasi

Nanang berpendapat bahwa pemerintah perlu menggencarkan vaksinasi untuk menciptakan permintaan massal terhadap vaksin virus LSD. Namun, waktu yang dibutuhkan mulai dari permintaan vaksin muncul hingga diterima oleh peternak diperkirakan sekitar satu bulan. 

Ia juga menekankan bahwa masa inkubasi virus LSD dapat berlangsung selama 28 hari. Artinya, sapi yang terinfeksi virus LSD pada pekan sebelumnya mungkin belum menunjukkan gejala pada saat itu. Jika penyakit ini tidak ditangani dengan serius, dapat menyebabkan penurunan jumlah populasi sapi secara signifikan.

Anggota Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia, Rochadi Tawaf, mengatakan bahwa berdasarkan laporan yang diterimanya, beberapa peternak menghadapi kesulitan dalam mendapatkan vaksin LSD. Padahal, menurut Rochadi, daging dari sapi yang terkena LSD sulit terjual baik untuk kurban maupun di pasar.

Tinggalkan komentar